Langsung ke konten utama

Postingan

Membangun Rumah Bersama Mas Sal

Bila saya hidup pada universe lagu Sal Priadi yang berjudul  “Kita Usahakan Rumah Itu”  rasanya kehidupan berumah tangga sungguh lah menyenangkan. Meski pun barangkali ada sedihnya namun porsi bahagianya terasa jauh lebih banyak. Mas Sal (sebutan untuk Sal Priadi) membuat saya sedikit berani memikirkan perihal pernikahan dan berumah tangga. Pada baris pertama Mas Sal sudah berucap "kita usahakan rumah itu"   Rasanya bagi kami yang tak kunjung berani memijakkan kaki pada fase berumah tangga karena mempertimbangkan rumah yang diimpikan belum juga terbeli, kalimat tersebut sudah sangat menenangkan. Kata Mas Sal lagi dari depan akan tampak sederhana   Itu yang saya mau. Rumah sederhana. Merepresentasikan diri saya yang lebih cenderung  low profile . Menghindari untuk menonjolkan diri terlalu mewah agar tidak banyak yang datang hanya untuk sekedar meminjam uang. Tidak perlu rumahnya yang mewah, kata Mas Sal menenangkan Tapi kebunnya luas, tanamannya mewah megah   Jika kebunnya lua
Postingan terbaru

Berbahagia Pada Mimpi Kecil

Saya sedang kebingungan sekaligus gugup. Saya sedang berupaya menyusun portofolio guna menjadi bekal saya untuk mendaftar lowongan pekerjaan di bidang yang telah lama saya incar. Namun pikiran saya stuck. Saya bingung sekaligus gugup. Saya merasa sedang dikejar-kejar oleh suatu entah apa itu. Rasanya, sedetik saja berdiam tanpa berbuat apa-apa adalah suatu kesalahan. Entah. Saya merasa saya harus produktif. Namun berujung pada saya yang kebingungan dan gugup tanpa menghasilkan apapun.   Saya menyaksikan kehidupan teman-teman saya berkembang pesat. Jauh berbeda dari lima tahun lalu. Bahkan, salah satu teman yang foto hangout bersamanya pun masih saya simpan, yang rasanya diri saya saat ini dengan di foto yang diambil lima tahun silam tersebut masih sama saja, namun teman di dalam frame yang sama dengan saya telah melalang buana ke pulau lain, berkeluarga, memiliki keturunan, meraih karir sebagia pegawai negri. Perubahan yang signifikan. Lalu saya merasa jauh tertinggal. Merasa masih beg

Kosong

Kamu duduk di pojokan ternyaman mu. Dengan ponsel pintar mu memantulkan cahaya, yang bagi mu, adalah semoga menjadi cahaya harapan. Sekian bulan setelah huforia kelulusan mu, kamu pun masih sama dengan sebelum-sebelumnya. Diam. Dan tak ada sesiapapun menawari mu untuk mengerjakan sesuatu lalu memberi mu upah sebagai gaji pertama mu. Berpuluh-puluh nomor telah kamu hubungi. Dengan pertanyaan sama, kamu mengirim pesan "Maaf, apa lowongannya masih kosong?". Berpuluh-puluh kali pula tampilan profil dan riwayat hidup mu telah kamu ubah, menyesuaikan sasaran mu. Tapi nihil. Tuhan nampaknya masih ingin kamu berusaha lebih dari ini. Jokes sederhana yang membuat mu agak riang adalah.... "Jadi pengangguran kalau lama-lama ditelateni hasilnya ya lumayan juga".

The Radio #1

Waktu itu 2011, hiburan sosial media belum terlalu "berlebihan". Sepulang sekolah, seperti biasa, aku me-sailent hp, menghidupkan radio, memutar-mutar tombol saluran, mencari saluran radio langganan, 92.9 fm. Ketemu!. Kemudian dengan sepenuh hati serta raga yang cukup lelah aku merebahkan badan ku di atas tempat tidur. Benar-benar momen yang pantas disebut "nikmat". Lagu-lagu band lokal pun terdengar. Tak lama kemudian, masuk sesi lagu band-band indie diputarkan. Ah, ini yang selalu dinantikan. Ada perasaan tenang, redup serta damai memenuhi seisi ruangan kamar. Iseng mengambil hp, aku mengetik pesan request lagu untuk ku kirimkan ke penyiar radio. "Req. Biasanya ya mbak "the radio band- radio. Salamnya buat mas Abima Sapta, semangat kuliah ya mas. Hehe" Selesai. Kemudian ku kirim pesan tersebut. Tiga menit kemudian pesan dibacakan. Mission complecated!. 2 tahun berlangganan 92.9fm dan 11 bulan menjelang satu tahun mengenal mas Bima yang lebih suk

Cemburu

Ketika cemburu menghantui. Dan ku rasa, bila ternyata wanita yang sempat kau cintai itu jauh lebih banyak disayangi banyak orang, banyak teman, maka aku kesakitan sekarang. Aku tak tahu bagaimana tahap cemburu berlangsung, yang ku tahu, sekarang dia sedang merasuk di setiap pembuluh darah ku. Menyakitkan. Kesanksianku melihatnya adalah setiap detik yang aku punya. Tanpa terlupakan, tentunya juga sejak aku tahu bahwa dialah wanita yang kamu cinta di samping kesibukan mu merajut harap dengan aku. Menyakitkan. Aku lah getir-getir menyedihkan saat ini. Membenci tanpa yang dibenci punya salah kepada diri ku sendiri. Membenci tanpa yang dibenci tahu bahwa dirinya tengah dibenci, oleh orang yang membencinya tanpa sebab mengapa. Menyedihkan. Hari-hari menyesakkan terlampaui. Seharusnya, memang benar-benar seharusnya, kini aku tak lagi perlu membenci wanita itu. Memang benar-benar seharusnya tidak lagi perlu. S'bab, kamu yang menjadi alasanku untuk membencinya karena cemburu pun, kinipu

HENTI

Ketika kita dihadapkan pada kebingungan-kebingungan, aku tak lebih dari sekedar anak kehilangan ibunya, sedangkan kau, kau diam, membisu beribu kata mematung di ujung dari ruangan mu sekarang. Mengamati lamat-lamat gelap yang mulai mencerna pikiran mu. Kita selalu begini, terulang, dan selalu. Tak pernah berujung dan kemudian terlupakan. Hingga pada satu titik kemungkinan, semua kembali terulang, lagi, dan selalu sama. Pendewasaan tak pernah bermakna apa-apa diantara kita berdua. Kita tak pernah belajar. Tak pernah pula saling mengajarkan. Kita begini, terulang, dan lagi. Ada sesekali waktu aku atau kau memulai pembicaraan. Menanyakan yang lebih tepatnya menyela meminta perdamaian, tentang apa salah dari siapa, tentang siapa salah apa. Sedikit menemu titik terang, kemudian damai terulang, kita begini dan lagi. Lagi, lagi dari lagi yang kesekian kali, di ujung ini akhirnya memilih berhenti. Kata mu, kita usai dulu.

Menyudahi mu

Diatas sana, rindu berkecamuk. Segalanya tentang kamu masih menguasai angan. Andai... adalah kata yang selalu aku ungkit-ungkit namun ku sudahi, aku harus bangkit. Bila bersama mu bukan lagi menjadi opsi, ku ijin kan kamu pergi, sejauh apapun yang kamu mau, sepuas apapun yang kamu minta. S'bab, tetap bersama mu aku memang ingin, tapi tak lagi mungkin. Tentang dongeng cinta ku kemarin memang seharusnya telah ku sudahi sedari tadi. Untuk apa menanti jika kamu tak mau mengerti. Memang kamu yang ku damba tapi sekarang untuk apa(?). Kamu telah jauh sejauh yang tak terlihat oleh aku. Dan aku memilih menjauh sejauh yang tak ingin kamu buru. Aku menyudahi mu, selamat bertemu dilain waktu. Surakarta, Januari 2017.