Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2015

Hi Keenan! :)

Hi Keenan :) salam radar neptunus! Lama tak berbincang dengan mu ternyata membuat ku rindu pada mu. Terbesit sedikit dalam hati untuk mengajak mu bertemu. Tapi.... tidak! Aku tahan keinginan itu. Ah...biarlah malam ini ku tahan sejenak rinduku. Biar saja menguap perlahan memenuhi ruang tidur ku. Biar saja Tuhan yang membisikkan pada mimpi mu jika aku merindukan mu. Biar ketidaksengajaan yang mempertemukan kita. Keenan.... jika nanti dalam ketidaksengajaan kita dipertemukan kembali, aku ingin membicarakan hal penting pada mu. Aku ingin membicarakan perahu kertas ku, tentang setiap mimpi yang ku tulis di dalamnya. Tentang "kapan". Keenan.... mau kah kamu menjadi partner ku (?). Mau kah kau bersama-sama melabuhkan perahu kertas dengan ku (?). Melabuhkan mimpi ku, melabuhkan mimpi mu, melabuhkan mimpi kita, melabuhkan segala yang membuat kita tersenyum dalam mimpi lelap kita. Keenan.... dewa neptunus pernah berbisik lirih pada ku. Dia bilang, aku harus mewujudkan mimpi ku kal

Bukan siapa-siap mu

Aku ingin menjadi bagian dari apa yang akan kamu kenang nanti. Aku ingin menjadi yang berkesan hingga nanti kamu rindukan. Mengenal mu adalah keberuntungan yang tak pernah ku duga sebelumnya dan ku harap mengenal ku adalah satu-satunya ketidaksengajaan mu yang akan selalu membuat mu merasa jika telah menjadi lelaki paling beruntung di jagad bumi ini. Kamu sempurna, dan aku memuji mu di balik diam ku yang tak berkata, di balik dugaan mu yang selalu salah kira. Setidaknya, begitu cara ku mengagumimu agar menjadi yang beda dari yang lainnya. Aku suka beda dan itu alasan mengapa jika nanti bila bukan aku yang kamu miliki di ujung "pencarian" mu, kamu harus tetap mengingat ku, mengingat tingkah ku, mengingat panggilan khusus mu kepada ku dan mengingat segala tentang aku dan kamu yang pernah kita lalui bersama. Menarik bukan?!?. Untuk saat ini, tidak sepenuhnya semua yang ku relakan hanya demi kamu. Alasannya pun mudah untuk kamu tebak. Ya, aku ragu, lebih tepatnya aku "masi

Bukannya cinta itu tak melulu (?)

Jika cinta, tak harus melulu bukan ?!? Jika tulus, bukannya tanpa "tapi" ?!? Lalu apa ?? Hai Georgia..... cerita mu yang ku dengar semalam kini membuat aku menjadi semakin mengerti akan definisi cinta yang baik dan benar. Tak hanya sekedar cinta dari sudut baiknya saja tapi juga cinta dari sudut benarnya. Kau ingat Georgia ?!? Ceritamu tentang sepasang sejoli yang dipertemukan karena ketidaksengajaan lalu kebersamaan meleburkan perasaan mereka hingga bak sakura di musim semi, cinta mereka saling merekah satu sama lain. Kau ingat Georgia ?!? Bagaimana kau menceritakan kebahagiaan mereka kepada ku dengan raut wajah mu yang penuh gairah, menggebu-gebu, serta ekspresi mu yang kau lebih-lebihkan. "lebay!"seperti itulah aku mengataimu agar kamu menghentikan tingkah mu yang 'hiper' itu dan kembali melanjutkan cerita mu dengan tenang. Kau bilang, sepasang sejoli yang dimabuk kepayang oleh apa-apa yang selama ini mereka sebut "cinta" itu telah tumpah s

Bosan

Semalam kita berbincang panjang hingga pagi menjelang mata kita masih terbuka lebar Apa kabar mu hari ini ? Apa kabar nanti bila sepi ? Masih nama ku yang kamu panggil ? Masih arah ku yang kamu tuju ? Keseribu hal yang sama selalu berlalu Itu-itu melulu hingga hanya tersisa aku dan kamu Itu-itu melulu hingga bosan menjelma datang Seperti Dee pernah bilang Mungkin butuh spasi agar ada makna di balik kata yang berjajar sama Mungkin butuh jarak agar rindu kembali datang beranjak Menemui aku dan kamu Menemui kita yang mulai kehabisan kata

kini, kopi hitam mu terasa manis

Seiring berjalannya waktu, seiring dia berlalu menyisakan cerita anatara kita berdua, seiring itu juga aku mulai tahu, mulai paham, mulai mengerti bahwa tak selamanya kopi akan terasa pahit. Untuk kopi hitam mu yang kini samar-samar terasa manis, aku penasaran apa yang membuatnya terasa manis bahkan hingga aku menyeruput untuk tegukan yang terakhir. Hingga datang hari selanjutnya aku kembali meminta mu untuk membuatkan ku kopi hitam yang sama dengan kemarin. Hingga justru aku takut jika tanpa ku sadari, manis kopi mu yang membuat ku menagih lagi setiap hari akan menjadi hambar di suatu hari nanti. Sekali lagi, “apa yang membuat kopi hitam mu menjadi terasa manis ??”. nihil, aku tak berani menanyakan hal ini kepada mu. Tak berani menemukan jawabannya di sela-sela perbincangan kita saat menikmati kopi berdua. Aku diam seribu bahasa mengabaikan pertanyaan yang terngiang-ngiang di kepala ku. Aku mengabaikan pertanyaan yang padahal aku sendiri sangat berharap mendapat kan jawabann

Menanti mu di Solo

Solo-Jogja, setiap minggu di bulan-bulan pertama kita menjalani LDR Key! Aku rela menempuhnya di sela-sela kesibukan ku mengurusi skripsi demi sebuah alasan yang entah bagaimana aku sendiri tidak bisa mengutarakannya. Demi kamu mungkin Key!, mungkin juga demi jatuh cinta ku pada mu yang berpuluh-puluh bulan yang lalu. Jogja-Solo Key!, jarak yang mungkin tak seberapa itu, apa susah bagi mu untuk kamu tempuh ?. Setidaknya demi rasa kangen ku yang seringkali menggebu di himpit kesibukan sebagai calon sarjana. Setidaknya, demi sebuah foto berisi aku dan kamu disaat wisuda ku bulan lalu. Apa susah Key! Sebentar saja kamu menghentikan ego mu, melepaskan ilusi-ilusi gila yang membuat mu terus-terusan merasa cemburu. Apa susah Key!?!. Kesya. Aku berani bersumpah, hanya nama mu yang bersemayam di dalam hati ku. selebihnya, nama-nama lain hanya bersarang dalam kepalaku saja. Tidak seperti kamu, mereka hanya wanita cantik yang bisa membuat ku “suka” karena tampilan fisik mereka, tidak u

Menanti mu di Jogja

“Aku nggak bisa ngelanjutin semua ini Dib. Maaf.” “Kenapa Key?”. Kamu terus mencoba mempertanyakan hal yang sama, “kenapa ?” seolah kamu benar-benar tidak tahu mengapa aku harus pergi dari kehidupan mu. Aku yang kala itu tak kuasa mendengar pertanyaan mu hanya bisa menundukkan kepala ku sambil menitihkan air mata yang semakin ku tahan, makin deras mengalirnya. “apa nggak cukup air mata ku mewakili jawaban dari pertanyaan mu?. Dib, kita nggak bisa terus-terusan kayak gini. Aku nggak bisa Dib!”. Sambil terbata-bata aku terus mencoba memberi penjelasan kepada mu. Jogja-Solo, hampir setengah tahun lamanya jarak kedua kota tersebut memisahkan kita berdua. Mungkin tidak terlalu jauh, mungkin juga kita masih bisa bertemu sesekali waktu. Mungkin sesekali kamu yang ke Jogja atau aku yang pulang ke Solo. Hampir setengah tahun lamanya kondisi seperti itu memungkinkan untuk kita jalani. Namun, entah kamu “iya” kan atau tidak, lambat laun semua kemungkinan itu akan berubah. Lambat laun

Apa kabar mu Dib?

Untuk Diba dan setumpuk pertanyaan yang memenuhi pikiran ku beberapa hari ini. Setelah hampir lebih dari satu bulan aku terkucilkan di tempat plosok yang tak terjamah oleh sinyal telfon dari berbagai operator ini, yang bahakan koneksi internet hanya 0,00 mbps, rasanya seperti dibuang dari peradaban. Sedih, nelongso , dan galau. Tanpa memberi mu kabar dan tanpa menerima kabar dari mu, sejuknya pedesaan di rumah nenek ku ini tak lagi benar-benar terasa sejuk. Hingga malam ini aku justru berpikir, jika bukan tumbuhan yang menghasilkan oksigen, tapi kamu dan mungkin setiap orang yang mampu membuat orang lain jatuh cinta pada dirinya lah yang selama ini memiliki andil besar dalam munculnya oksigen-oksigen di bumi ini. Lain itu, lain lagi tentang pertanyaan ku yang ini. Untuk beberapa tahun ke depan, untuk suatu hari nanti, untuk “nanti” pertanyaan ku adalah “akan jadi apa aku ?”, “bagaimana aku dan kamu?”, “bagaimana ‘kita’ ?”. Dib, tau kah kamu ?!, beberapa kali muncul di k

Untuk nanti, pasti sendiri.

Kali ini pengen ngomongin yang serius. Bukan ngarang-ngarang lagi, bukan cerita fiksi juga, bukan juga curhatan baper yang bisa bikin tergoda buat gantung jemuran, bukan, maksudnya gantung diri. Hehehe....lucu nggak ?, enggak ya?!?... hehehe *krik* Entah, hari ini level 'ke-baperan' meningkat lagi. Sore tadi sepulang les, ah enggak juga, maksudnya, sore tadi sepulang mbolos les dan justru klayapan di tempat makan sambil belajar buat ulangan besok (meski kegiatan terakhir ini cuma jadi wacana) gue ngelihat seorang temen lawas gue habis dari warnet, dan sendirian. Rasanya tuh...sedih, baper gimana-gimana gitu. Gue baper bukan karena kasian ngelihat nasib 'kejombloannya' yang sehingga mengharuskan dia pergi ke warnet seorang diri. Bukan, sama sekali bukan itu. Kenapa?, soalnya, do you know?!? I'm jomblo too. Hih. Gue baper karena dia itu teman lawas gue. Teman yang dulu sering kemana-mana barengan. Teman yang dulu waktu gue belum berani ngendarain sepeda ke sekolahan