Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2015

Menepilah perahu kecil:)

Harus menepi perahu mungil. Tak lagi sanggup untuk tetap berlabuh. Menepi bukan karna telah tiba, menepi karna sadar, kapan pun! Tak akan pernah tiba. Menepilah perahu kecil, kamu tak akan tiba bahkan hingga malam ini. Besok pun kamu tetap tak akan tiba, bahkan lusa?!? Tahun depan?!? Ku ulangi lagi, "KAMU TAK AKAN PERNAH TIBA"!. Menepilah perahu kecil. Kamu akan lelah bila tetap melabuh. Kamu akan karam ditelan ombak kejam. Kamu akan tenggelam tanpa bekas. Kamu akan patah menjadi bagian dari yang telah terbagi. Menjadi bangkai di dasar samudera sana. Hilang ditelan jaman. Tak di kenang, tak di ceritakan, siapa pun! Bahkan oleh armada mu sendiri. Menepilah perahu kecil. Masih ada esok, masih ada arah lain untuk tetap melabuh. Setidaknya, bukan lautan diam yang menghayutkan, bukan juga lautan dangkal tanpa kepastian. Masih ada di sana, menunggu untuk kamu jelajahi. Untuk kamu ceritakan kepada yang lain, jika disana, kamu melabuh tanpa peluh, tanpa takut tenggelam ditelan san

Perang Diri

Aku mempertanyakan kepada aku, siapa aku ketika aku membenci aku. Jawabnya pun hanya sunyi, hanya nyaring suara jangkrik berbunyi. Aku mempertanyakan ke mana arah yang harus ku ikuti ketika hati ku mengajak lari, lepas dari apa yang ku anggap tak akan tuntas. Tapi jiwa hanya hampa tak berdaya. Tak bisa berbuat agar lepas seluruh penat. Dan aku pun masih di sini, hampa di serang sunyi. Aku mulai tertelan malam. Sayup-sayup suara malam mulai terdengar. Tapi terlalu lelah aku untuk tetap terjaga. Membiarkan mata rela terbuka. Biarkan jiwa tandu saling menghibur syahdu. Biarkan aku lepas dari yang mengikat ku erat. Biarkan aku lari, sesuka ku, semau ku dan tanpa dikejar sang waktu.

Janji Tuhan ?!?

Tuhan.... Kali ini aku ingin sedikit bercerita tentang dirinya. Tentang dia yang ku rindu kan dalam bisu. Tentang dia yang ku sebut namanya tanpa suara. Tentang dia, lelaki di sudut senja hingga fajar menjelma yang ku temui nya dalam barisan kata yang terketik manis. Tuhan.... Boleh kah aku merindukan nya ?. Merindukan dia yang entah merindukan ku juga atau tidak, aku tak tahu, aku tak peduli. Jika engkau mengijinkan aku memilih, akan ku pilih dia saja diantara yang datang menyerbu meminta ku mengunjungi kisah-kisah mereka. Dia sempurna Tuhan...., bagi ku dia segalanya, bagi ku dia lah dia yang ku mau, dia, dia dan dia saja. Terlalu sempurna hingga kadang aku lah yang merasa berdosa jika harus bersamanya, bersama "si sempurna" itu. Aku merasa tak sepadan dengannya. Tak layak mungkin, itu lebih tepat. Kadang aku dibuatnya cemburu, lebih seringnya aku dibuatnya lebih cemburu. Dia datang bak menjanjikan kepastian, namun itu kadang, lebih seringnya dia datang dengan cemburu k

"Lagi"

Hi pagi! Selamat pagi. Pagi ini telah berbeda hari namun entah mengapa ada dalam separuh diri ku yang masih tetap sama. Masih tentang patah hati yang sama. Tentang kamu. Aku berjalan pagi ini, tertatih, perlahan namun pasti setidaknya kisah ku bisa berpindah meski beberapa senti. Setidaknya, aku bisa kembali berkisah dan tanpa mu. "Lagi", kata itu, seolah menjadi sakral, seolah mitos udik yang enggan dimusnahkan. Aku patah hati "lagi", patah hati kesekian, patah hati bertubi-tubi, patah hati terus. Salah apa aku?!?, salah apa diri ku?!?. Diam-diam namun tak pernah diam aku mengobati luka. Dari luka lama yang digores lagi oleh luka baru, luka yang sama, karna dia lalu karna kamu sekarang. Salah apa aku?!?, ketika hanya bisa diam tanpa mengutarakan lalu sepersekian waktu datang kabar telah ada yang bersandar pada mu, namun itu bukan aku. Aku?!? adalah yang patah hati. :") Sekarang, nanti dan mungki "lagi".

Sewu Kuto

Jika waktu masih berpihak pada mu, ku kira langkah ke seribu pun tak akan ku temui mu. Kamu berayun dalam dimensi mu sendiri. Kamu bahagia sendiri. Tak ada aku, tak ajak-ajak aku. Biar lepas rindu ku diguyur hujan semalam. Biar dihapusnya tanpa sisa. Biar esuk yang tanpa mu nanti akan tetap biasa saja, tak berbeda, tak patah hatinya juga. Biar september yang hilang sisa purnamanya, nampak samar temani malam. Biar tak sepi hati yang tandu. Biar tak sendiri hati yang sepi. Tuntun dalam jalur yang sama dengan mu. Tuntun, ajak, iring tapi jangan digiring. Tunggu, pelan jangan ditinggal. Aku takut sepi, takut gelap hati, takut jalan kaki, takut dahaga, takut hilang rasa.

Bilang Pada Angin! Ini untuknya.

kenapa ya? Aku selalu merasa cemburu kepada pohon yang dihempas pelan oleh sang angin. Kenapa ya? daun hijau ku ikut gugur hanya karena digoyang manja hembusan angin. Angin yang sama, yang sama-sama meggoyangkan pohon lain. Pohon itu telah lama, telah menjadi yang tua, telah seharusnya menguning dedaunannya. Namun aku?!? Dedaunan hijaku justru berjatuhan dengan ramainya. Lebih ramani dari pohon tua itu. Telah beribu daun jatuh gugur dari semua hembusan angin yang telah menerpa pohon ku. Telah tumbuh lagi daun baru, lebih muda, ku kira akan lebih kuat dari daun lama ku namun sialnya dia ikut gugur juga. Aku takut, daun-daun dari pohon tua itu ikut gugur (lagi) seperti dedaunan kering ku. Aku takut, jika daun pohon tua itu ikut gugur, sang angin akan kembali berhembus membawanya terbang. Meninggalkan tempat sang pohon berpijak, meninggalkan pohon ku, meninggal kan aku?!? Sang daun ku yang telah dibuatnya bergugur di musim ke tujuh. Aku takut..... Aku takut, jika daun-daun ku yang gugur

Ikuti Radar-NYA

Biar angin yang memandu. Ikuti hembusannya. Temukan di sana. Yakin kah ?? Pastikan yakin. Jangan cari di mana, karna kelak takdir yang kan berkisah, bukan kamu. Kelak kamu akan bercerita di suatu tempat ini aku begini, percayalah. Bukan lagi nanti ke sini aku begini. Itu tak indah, tak spesial dari restu alam. Pastikan percaya, pastikan yakin takkan dusta jika alam bercerita. Dia indah, Maha dari yang Maha. Percayalah, kelak radar ini akan menuntun ke arah yang tepat. Menuju dengan laju yang tak kan terhambat, Menemukan "kita". Tak sabar, debar yang meggebu di dalam sana, samar namun keras terdengar. Meski hingar bingar merajuk namun tetap dan tetap kan terdengar. Sekali lagi, ingat lah radar ini, radar yang tak kan berdusta, radar yang kan menuntun ke jalan di mana semua akan di pertemukan. Aku berjanji, Radar ini tak kan hianati ✌

Kamu yang ku mau

Seindah kamu berbincang dengan langit malam. Sesyahdu malam minggu tanpa ganggu. Aku menunggu tanpa tuju. Dari kamu yang entah kapan pulang hingga berkisah sebagai sang petualang. Kisahkan pada ku bagaimana sejuknya pagi di atas puncak tertinggi. Kisahkan pada ku bagaimana tenangnya laut dalam yang kamu selam. Kisahkan pada ku, apapun, meski hanya selangkah kaki namun akan ku dengar hingga kamu berhenti. Berhenti berkisah karena lelah atau mungkin karena tiada lagi kisah. Akan ku dengar, meski pun samar dan aku berjanji. Tak kan pernah enggan berhenti. Akan terus dan tetap berlari. Mengejar angan, angan menciptakan jejak sendiri di atas puncak tertinggi dan tak lupa ku pesankan do'a jika semua angan ingin ku laksanakan "dengan mu". Ku rahasiakan do'a ku. Cukup aku, Tuhan dan tanpa kamu dengar. Ini rahasia terhebat ku, rahasia terbesar, proposal yang masih ku tunggu untuk di acc Tuhan. Ini konspirasi ilegal, jahat ?!? Kejam ?!?. Sekejam apakah aku jika hanya mengingi

Resah mu

Aku merasa ada yang lain di hati mu. Mata sendu mu mengisyaratkan bukan aku yang ingin kau pandang. Senyuman mu seolah hanya memaksakan bibir tipis mu terangkat ke atas, tak sepenuhnya perintah hati. Jika bahagia, kau tak begitu. Jika bahagia, tak kan ada resah yang  menjamah diantara kita. Aku ingin berbincang panjang dengan mu, namun kau hanya menjawab iya dan tidak. Aku ingin menghabiskan hari dengan mu, namun kau meminta ku menyisakannya untuk mu seorang diri, tanpa aku. Aku yang menunggu mu kembali. Menjadi seperti dulu yang sesaat itu. Aku yang menunggu mu tanpa henti, namun harus terhenti bila kamu masih saja tak mengerti. Aku hanya menginginkan mu utuh, bukan separuh. Beri aku kesempatan untuk menjadi yang sempurna tanpa cacat. Tanpa perlu lagi mendengar caci mu yang menyasat. Jelita, aku menyayangi mu meski dengan cara yang tak pernah bisa kamu pahami. Jelita, aku telah lama menginginkan mu dan menginginkan mu menjadi yang terlama untuk ku. Jelita, berhenti cemburu, berhent