Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2015

selangkah kisah

Hari ini aku akan pulang lebih awal. Rinduku telah menggebu ingin menemui mu. Membicarakan apa saja yang terdengar syahdu di telinga. Membicarakan tentang kisah ku tanpa kamu ikut serta. Membicarakan tentang perjalanan panjang yang melelahkan badan. Aku ingin menatap mu meski dalam mata yang terpejam. Ingin menemui mu meski dalam tempat yang tak pernah terdapat. Ingin berjumpa lalu bicarakan apa saja hingga pagi menjelma dan aku pun terjaga. Dibangunkan tega oleh sang fajar di timur sana. Mau kah(?) Menjadi yang tak pernah kadaluwarsa(?). Mau kah(?) Menjadi yang tak pernah habis ditindas masa(?). Mau kah(?) Menerima tanpa perlu paksa, tanpa akhir kecewa(?). Mau kah kau?? Sebelun itu, pikir saja dulu, mungkin ingin yang lain. Biar tak kecewa kamu diakhir. Biar tak terluka bila harus berakhir. Biar tak perlu menyeka mata dari malam ke malam selanjutnya. Biar bisa bahagia tanpa rekayasa. Biar tak ada sia-sia anatara kisah yang meski selangkah.

Ilusi gila mu

Kelak, kamu akan jatuh cinta pada ilusimu sendiri. Kamu tak kan percaya lagi dengan fakta bahwa cinta akan perih pada saatnya nanti. Kamu hanya ingin mendengarkan apa yang ingin kamu dengar. Kamu tuli ketika samar terdengar suara jika ia tak lagi peduli. Kamu hanya ingin berbicara segalanya yang ingin kamu bicarakan, tak peduli telah berapa kali kamu mengulanginya, tak peduli telah berapa kali mereka mendengarnya. Kamu bisu ketika membicarakan hal-hal buruk tentangnya, seolah yang ada di hadapan mu adalah yang sempurna, yang lebih sempurna dari segala-galanya hingga itu membuatmu mengaguminya dengan segila-gilanya. Kamu hanya ingin melihat apa yang kamu inginkan terlihat. Hanya dia yang kamu pandangi, seolah ada ruang dimensi lain di mana hanya ada kamu dan dia. Kamu buta ketika segalanya telah menjadi nyata, ketika dia yang kamu suka menggandeng yang lain yang dia suka, bukan kamu, bukan tangan mu. Tiga dari dua adalah kamu dan dia, sisanya adalah mereka. Sudah seharusnya kamu mengir

Ratu kodok dan Pangeran buaya

Dia masih membisu sembari memperbaiki posisi kaca matanya. Acuh namun hatinya rapuh. Apalah dia yang hanya bisa memandang mu dalam balutan cemburu. Apalah dia yang hanya bukan apa-apa dibandingkan yang lainnya yang kamu kenal. Apalah dia yang rasanya tak pernah terutarakan, tak pernah terucapkan, bahkan satu kata pun. Dia masih seperti dulu dan akan tetap seperti dulu. Justru yang menjadi ketakukan terbesaarnya adalah ketika kamu yang berubah. Berubah menjadi yang baru yang tak lagi seperti dulu, yang tak Dia kenali lagi, yang tak mengenali Dia lagi. Bumi mungkin akan serasa menggema, meng-iyakan cerita dongeng itu ada bila kamu dan dia berpasangan menjadi nyata. Setiap sudut bumi akan membicarakan kamu dan dia. Menyebut namanya dan mempertanyakan "dari mana(?)" dalam kisah yang pernah mereka baca. Jika saja mereka tahu, kisah yang mereka baca tak pernah benar-benar mereka baca. Mereka hanya pendengar dongeng yang tak akan pernah tahu jikalau pun kisah itu telah palsu. Tela

ocehan mu dan jatuh cinta ku

Mengocehlah sesuka mu dan aku akan tetap jatuh cinta. :)) Hi crewet! Apa kabar mu(?) Setelah pertemuan terakhir kita di bandara kala itu, apa kah mata mu masih sembam hingga sekarang(?). Maaf kan aku jika memang masih saja membuat pipi mu basah hingga detik ini. Sungguh! Jika ada pilihan lain, aku akan lebih memilih tetap berada di dekat mu tapi kali ini Tuhan hanya memberi ku satu pilihan yang mau tidak mau aku harus memilihnya. Pilihan untuk meninggal kan mu sementara waktu, meski waktu yang sementara itu tetap saja akan terasa panjang bagi aku dan kamu. Amsterdam, kota impian mu. Di sinilah sekarang aku berada. Atas dasar cita-cita lah yang menjadi alasan mengapa aku berada di sini. Entah harus senang atau sedih ketika aku mendapat beasiswa melanjutkan kuliah di sini. Aku benar-benar gelisah kala itu, ketika harus memilih tetap berada di sana menemani mu dengan konsekuensi menjadi lelaki payah yang gagal sukses atau pergih melanjutkan kuliah demi masa depan yang sudah dipastikan

Hey Kak! :"

Teruntuk 'kak' yang semoga tidak lupa untuk sekedar menyapa ku 'dek', lagi. Hai! Apa kabar? Bodoh! Mana mungkin kamu tahu jika aku menulis ini untuk mu(?). Mana mungkin kamu peduli, toh "ingin" peduli saja itu pasti mustahil. Aku memakluminya, maksudku, aku "mencoba" memakluminya. Memaklumi apa yang sebenarnya tak pernah ingin ku maklumi, memaklumi apa yang sebenarnya tak akan benar-benar bisa ku maklumi, memaklumi kamu pergi, memaklumi kamu tak lagi peduli. Hahaha :"D Pait!! Hai kak! Yang dulu ku panggil 'kak' dan hingga sekarang pun masih ku panggil 'kak' namun tak lagi memanggil ku 'dek', seperti dulu. Aku masih di sini, masih menunggu mu kembali seperti dulu meski kadang aku bertingkah lucu, "berpura-pura" agar dianggap bahagia tanpa mu. Minggu pertama ditinggalkan mu, aku berpura-pura tega memblokir semua akun dunia maya mu demi "berpura-pura" mencoba melupakan mu. Minggu ke dua aku mulai merind

Maafkan Aku

Aku telah salah mengabaikan mu. Kamu yang terbaik yang telah hampir membuatku menjadi lebih baik. Aku salah telah melangkah pergi jauh meninggalkan mu, menyisakan jejak-jejak pilu dalam hidup mu dan memaksa mu mecoba menghapusnya sendiri, sendiri, sendiri di sana tanpa aku. Maafkan aku telah memilih untuk tidak memilih mu. Maafkan aku yang tidak tahu caranya membuat mu tersenyum. Maafkan aku yang hanya bisa membuatmu menitihkan air mata di wajah sendu mu. Aku yang salah dan aku memang salah. Juli lalu kita masih bersama, masih ku dengar canda tawa dan sapa manja dari mu. Dengan senyum manja kamu menggodaku untuk ikut tertawa. Menertawakan yang entah yang selalu membuat mu betah berada di dekat ku. "Lucu, hahaha", katamu disetiap kali aku mengatakan sesuatu yang padahal sedikitpun tak ada lucu-lucunya. Kamu tertawa riang dihinggapi rasa senang di samping aku yang justru kebingungan. "Apanya yang lucu?", tanyaku heran. "Entahlah....", jawabmu lugu. Kam