Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2016

Tuan Berdagu Dua

Dari: Nona berlensa mata empat, pemilik hidung udang ketika ditekan, badut!. Untuk: Tuan berdagu dua, pemilik jemari jail yang enam tahun lalu sepulang sekolah suka tertawa jika lihat hidung saya meng-udang merona disebabkan oleh anda. Pesan: Hailloo tuan. Apa kabar ?. Pesan-pesan anda masih tertata manis di ruang history chatt facebook. Ternyata ini hampir tiga tahun dari pesan pertama anda yang bersarang di ruang chatt facebook saya dan juga ini telah terhitung setahun lebih dari pesan terakhir anda yang belum sempat dan memang dulu sengaja tidak saya sempatkan untuk saya balas. April tahun lalu, itu terakhir kali anda mengirim pesan kepada saya. Entah mengapa anda kembali terlintas dalam pikiran saya. Berbekal rindu, saya buka kembali history chatt lama. Lucu, dan terdengar 'dangdut'. Ternyata, kita berdua telah melewati berbagai fase gaya berkirim pesan. Termulai dari ejaan al4y, balasan acuh dan bahasa kurang sopan saya, hingga kosa kata saya yang bermetamorfosa menjad

Kepada Yang Pernah Ada

Untuk: kamu yang dulu menjadi favorit untuk aku cerikatan kepada teman-teman ku. Dari: yang kini bisu sebab tak ada lagi cerita tentang kamu yang tersisa. Pesan: Menyedihkan memang, kamu masih sempat menanyakan kondisi terakhir ku namun aku justru mencoba bersikap dingin kepada mu. Hati ku nelangsa tak karuan setiap kali menerima pesan datang dari kontak mu. Memang aku masih menjadi apa dalam hidup mu ?. Sering aku bersumpah serapah untuk menahan ingin membalas pesan-pesan mu, namun gagal. Pesan mu masih saja behasil menjadi yang selalu aku nanti-nantikan. Tapi mengapa harus aku yang merasa sesak setiap mendapati kenyataan jika seseorang yang sedang mengirim pesan untuk ku kini telah berpunya ?. Aku yang berubah, bukan kamu. Kamu masih saja seperti yang sejak awal aku kenal. Masih dengan pesan tengah malam mu dan lelucon receh yang bagiku selalu terfavorit. Aku yang berubah, bukan kamu. Aku masih saja mengharapkan mu sekalipun pernah kamu tinggalkan untuk berpunya dengan yang lain,

Dengar

Aku tak pernah benar-benar bisa jatuh hati terkecuali hingga ada seseorang yang bisa diajak berbagi hal yang menyenangkan bersama. Musik, aku tak terlalu paham tentang musik, hanya saja aku sering jatuh hati tatkala mendengarkan jazz, folk dan akustik. Senandungnya yang menghanyutkan, menenggelamkan dalam khayal yang maha khusyuk. Seperti ketidaksengajaan yang sangat menyenangkan ketika bisa mengenal mu. Lelaki yang lima tahun lebih tua dari umur ku, beralis tipis namun indah, tubuh tak terlalu atletis, menyandang gelar senyum paling manis, dengan kaca mata yang menambah maha sempurnanya ciptaan Tuhan. Tak lupa gitar kesayangan yang selalu kamu senandungkan lagu-lagu pilihan sesuai isi hati. Kadang sedih, kadang senang, tapi tak jauh dari itu, semua dibalut dalam musik akustik yang maha meneduhkan. Jiwaku kosong tak terisi waktu itu, langsung jatuh hati tatkala mendengar senandung mu. Lebih tepatnya, tambah jatuh hati setelah terlebih dahulu aku jatuh hati pada tatapan pertama mu Dese

Tunggu Aku

Ku temui mu di penghujung malam. Mata terbuka, jiwa terjaga dan kamu masih setia. Segenap aku berbahagia dalam dinginnya sunyi. Diam-diam rindu telah menyempurna di ujung jari. Ku ketik satu persatu kata menjadi kalimat "Malam Bi" "Malam ☺", balas mu yang ternyata masih juga terjaga. "Harusnya aku dulu yang mengirim pesan, eh.. ternyata aku yang lebih pengejut", tulis mu lagi. Tak masalah bagiku siapa dulu yang mengirim pesan. Segenap aku tetap saja berbahagia semenjak kamu ada. Kamu pelipur lara yang aku damba. Sempat ku kira tak ada lagi yang bisa membuat ku jatuh tepat di hati. Nyatanya, kamu kini bisa. Ku kirim lagi pesan untuk mu. Ku tanyakan hal-hal apa yang sekiranya malam ini tepat untuk dibahas bersama. Katamu "Lagu" "Apa lagu yang kini sedang kamu suka ?", tanya mu membuka topik. "Hmm.... akustik, apa saja asal diiringi musik akustik, aku suka lagu itu" "Jazz ?", tanya mu lagi. "Lumayan, seti

JUMPA

You take my heart ;) Untuk: Bi, yg diam-diam di agustus ini mencuri hati. Angin malam ternyata menyelipkan kabar baik. Ternyata jatuh hati ku masih, kepada kamu si tampan lima tahun lalu. Kamu tak berubah. Masih sama sekalipun bukan lagi remaja tanggung layaknya lima tahun lalu. Wajah tirus mu tetap sama, rambut ikal mu tetap sama, sorot mata mu tetap sama dan senyum manis itu....ah, masih saja membuatku jatuh hati tiap melihatnya. Hanya saja postur tubuh dan penampakan wajah mu terlihat lebih dewasa dari lima tahun lalu. Perawakan mu mengambarkan kini usiamu 19 beranjak 20, tiga tahun lebih tua dari aku. Menyenangkan agustus ini bisa kembali berjumpa sekalipun belum mampu bertegur sapa. Aku mati seketika di hadapan mu. Mematung dan hanya diam-diam memandangi punggung mu. Tapi ini bagian yang menyenangkan, aku menikmatinya. Sembari berbenah dengan kegiatan mu, angin malam mengiring jatuh hati ku, jatuh hati sejak lima tahun lalu, jatuh hati kepada pujaan yang jarang bertemu dan kin

Senja Yang Genit

Senja kali ini sedingin sikap terakhir ku kepadamu, acuh. Sedang, rembulan malam ini masih saja menyetia dalam sunyinya sendiri, layaknya aku yang kini tanpa mu. Kabar mu kini mulai kabur. Aku yang beranjak acuh dari tatap mu yang dulu ku damba. Maka, apa kabar dari mu bukan lagi apa-apa yang aku tunggu kedatangannya. Lagi-lagi senja. Seolah senja adalah saat yang tepat untuk kembali mendamba. Aku rindu tapi seharusnya tidak. Senja membawa bayang mu kembali tergelincir dalam ingatan. Senja merayu ku agar kembali menjatuhkan hati pada yang pernah mematahkannya. Senja paling genit sepanjang tahun, barangkali senja kali ini. Yang masih belum bisa aku pahami, mengapa senja merona sekalipun aku tidak sedang bersama mu?, mengapa senja merona sekalipun yang sedang kasmaran kamu dan dia bukan 'dan aku'?. Senja yang jahat atau aku yang terlalu patah samapai-samapai perihal senja merona saja aku menjadi rapuh?. Entahlah.... menjadi yang patah memang menyedihkan. Apa kabar mu memang bu