Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2016

Langit Bersendawa

Mulai ku tulis lagi tentang mu. Langit biru kelabu seolah meramu suasana yang mendukung untuk menangisi mu lagi sore ini. Aku, kamu dan sebuah kisah yang telah menghambar. Kepada mu angkasa, air mata ku menetes deras menghujani bumi hingga menguap ke langit lalu kau jatuhkan lagi dengan bentuk serupa. Aku masih bertahan dengan tangis yang sama, dengan tangis patah hati ku. Sandiwara langit benar-bebar tak pernah berhasil untuk ku pahami. Dulu langit kosong, setahu ku biru tak berbercak hitam di satu sisi pun. Dulu langit sopan, setahu ku manis tak bersendawa sesukanya. Berkat tangis ku yang jatuh menimpa bumi, menguap ke angkasa, menjadi sesuap dua suap bagi langit biru. Langit biru lapar mulai mengenyang, mengelabu lalu menghitam. Langit yang kenyang bersendawa sesukanya. Langit yang kenyang memuntahkan lagi suapannya. Tangisku pun jatuh lagi, lebih tinggi, tinggi dari langit hitam di atas sana. Kepada semesta raya.... jika langit masih saja bersendawa ijinkan aku untuk tidak lagi

Kepada Tuan Kepunyaannya

Malam ini, aku menciptakan mu untuk mengagumi mu. Sungguh... dalam hening semesta menjelang berganti masa, dalam dingin malam yang menerobos celah jendela, dalam satu dua hal-hal teoritis yang menggema minta dipahami menjelang tes senegara, kau tercipta di satu sudutnya. Untuk pangeran kepunyaannya, kapan kau melepaskannya (?). Kapan rindu tak lagi menjelma di selah-selah titik penghabisan hubungan kalian (?). Kapan aku bisa singgah di isi kepala dan hati mu dengan utuh tanpa perlu ditemani sosok nya (?). Kapan giliran ku Tuan ?!. Aku cemburu padanya, cemburu pada mantan mu, cemburu pada segalanya tentang masa lalu mu. Lebih dari cemburu aku sakit, lebih dari sakit aku terluka, lebih dari terluka aku tak tau harus bagaimana. Yang ku tau mengharapkan mu adalah satu-satunya tindakan yang "masih" sanggup untuk ku perbuat. Setidaknya sampai esok disaat kau tak lagi mencoba mendapatkannya kembali, meski esok yang ku maksud itu entah sampai kapan. Untuk pangeran kepunyaannya, bi

Mungkin Puisi(?): Kosong

Padahal kata-kata ku belum sempat terkalimatkan Angin mu terlalu kencang Hembusnya menghempas sang kata Apa yang ku rangkai semalam akhirnya hanya tertahan dalam diam Pecundang! Nyali ku menciut Ragu ku mencuat dan kau pun berlalu entah ke antah berantah tak ada lagi ku saksikan kosong~