Mulai ku tulis lagi tentang mu. Langit biru kelabu seolah meramu suasana yang mendukung untuk menangisi mu lagi sore ini. Aku, kamu dan sebuah kisah yang telah menghambar. Kepada mu angkasa, air mata ku menetes deras menghujani bumi hingga menguap ke langit lalu kau jatuhkan lagi dengan bentuk serupa. Aku masih bertahan dengan tangis yang sama, dengan tangis patah hati ku. Sandiwara langit benar-bebar tak pernah berhasil untuk ku pahami. Dulu langit kosong, setahu ku biru tak berbercak hitam di satu sisi pun. Dulu langit sopan, setahu ku manis tak bersendawa sesukanya. Berkat tangis ku yang jatuh menimpa bumi, menguap ke angkasa, menjadi sesuap dua suap bagi langit biru. Langit biru lapar mulai mengenyang, mengelabu lalu menghitam. Langit yang kenyang bersendawa sesukanya. Langit yang kenyang memuntahkan lagi suapannya. Tangisku pun jatuh lagi, lebih tinggi, tinggi dari langit hitam di atas sana. Kepada semesta raya.... jika langit masih saja bersendawa ijinkan aku untuk tidak lagi
Catatan kecil berharap menjadi besar